Sabtu, 08 September 2012

MEMAKNAI CERPEN
SEPOTONG KAYU UNTUK TUHAN
KARYA KUNTOWIJOYO
SECARA BEBAS
Oleh
Parli Saptani
A2A011o28

Masalah yang diangkat

Merujuk pada struktur cerpen sepotong kayu untuk tuhan terdapat persoalan yang mencerminkan makna atau gagasan yang disampaikan melalui simbol yang terdapat dalam isi cerpen secara keseluruhan. Tanda atau simbol yang terdapat dalam cerpen memaknai terhadap hal-hal yang ingin disampaikan oleh pengarang, yaitu rincian kayu nangka yang kuning setelah dikupas kulitnya yang akan disumbngkan lelaki tua untuk pembangunan surau yang mengambarkan bentuk sumbangsi terhadap agama, gambaran sebuah angan lelaki tua yang ringkih terhadap niat terakhirnya atau tindakan terakhirnya terhadap agama yang mencoba menyumbangkan sepotong kayu nangka secara ikhlas dengan hanya penebang dia dan tuhan yang tahu. Sepotong kayu untuk tuhan tersebut menjadi pokok persoalan dalam tokoh lelaki tua serta menjadi awal pokok persolan cerita selanjutnya. Kemudian bagaimana bentuk keikhlasan yang tergambar dalam cerpen sepotong kayu untuk tuhan dan bagaimana pandangan pengarang cerpen tersebut terhadap perilaku manusia terhadap tindakan ikhlas.
Sekarang, bagaimana tanda atau simbol tadi menjiwai struktur cerita secara menyeluruh dan apakah struktur cerita tersebut mendukung terhadap gagasan atau pikiran pengarang yang ditandai dengan simbolisasi benda dan melambangkan sebuah makna yang bersifat postulat. Dari permasalah yang diangkat disini dapat kita simpulkan pesan yang terkandung di dalammnya, yakni, jika kita ingin beramal maka tumbuhkanlah niat keikhlsan yang besar tanpa harus membayangkan atau memikirkan bagaimana jadinya nanti atau apa yang akan orang katakan atas amal kita.
Strukur Karya Sastra
Pengaluran dan Sruktur Alur

Cerita diawali dengan kepergian sang istri untuk berkunjung ke rumah cucunya karena sudah rindu setengah mati dengan cucunya. Istri berangkat dengan kereta terpagi kemarin. Lelaki tua itu akhirnya sendiri saja di rumah. Ia dapat bermalas-malasan di kursi panjangnya sambil menjulurkan kaki sepuasnya, dan menyedot pipa sampai nafas terasa sesak, menikmati langit, pepohonan dan kebun. Jika istrinya ada di rumah tentu ia tak sebebas itu, tentu ada-ada saja teriakan istrinya yang cerewet itu, kayu! Kayu habis! Alangkah kotor kebun kita! Ia harus angkit cepat-cepat, kalau tidak ingin basah kuyup tubuhnya oleh siraman air. Kerja itu memang perlu, ia tahu. Hanya istrinya terlalu cerewet. Ia yang sudah seputih itu rambutnya masih saja dinilai sebagai pemalas.
Saat sedang berbaring di kursi panjangnya, ia berpikir, kalau ia memang bukan pemalas, tepai ia juga sedang memikirlan kira-kira perkerjaan apa yang akan di alakukan, mencari kayu bakar, sedangkan kayu bakar menumpuk, menyapu halaman, sedang rumah terletak di ujung desa, jadi tak ada juga orang yang akan melihat. Tiba-tiba ia bangkit ddan berseru ‘ demi tuhan”, celakalah yang menyiakan waktu. Ia sudah mendengar kabar, orang kampung sedang mendirikan suarau baru. Banyak orang telah menyediakan bahan. Ia gellisah karena ia tak punya uang juga seperserpun karena istrinya pergi karena segala unagn dan urusan makan itu dipegang istrinya. Akan tetapi ia  gelisah jika melewatkan saja kesempatan beramal, apa yang akan disumbakannya untuk rumah tuhan itu.
Lelaki tua itu akhirnya bangkit dari kursi malasnya turun dan  mengamati sekeliling dan memikirkan apa yang ia bisa sumbanagkan untuk pembangunan surau itu. Setalah mengitari kebun dan berjalan di pinggir sungai, akhirnya ia berhenti karena di depanya terdapat pohon nangka yang sudah mati, batangnya besar. Dan ia akan menyumbangkan batang nangka ini untuk tuhan, dengan harapan disisa hidupnya ia dapat juga menyumbang untuk tuhan karena natinya pohon nangka ini akan berada di tempat yang terhormat bukan hanya berkhir pada tungku sebagai kayu bakar.
Seharian ia memikirkan bagaimana cara menebang pohon nangka itu. Dengan batang yang besar, dua kali keliling tangan.tetapi ia juga tak punya uang untuk mengupah orang. Akhirnya ia menenukan ide, dahan yang tak berguna akan ia berikan kepada penebang sebagai upah. Dan ia berkhayal, kalau intrinya tahu dengan kebijaksanaanya ini, tentu istrinya akan memujinya, jika nanti seminggu lagi ia pulang.
Akhirnya bekerjalah penebang kayu itu pada pagi harinya. Dengan sigap penebang itu memotong ranting2 pohon. Pada hari pertama ini lelaki tua itu tak dapat membabtu apa-apa, tetapi orang-orang juga sudah tahu kalau ia memang sudah tua, cukup tuhan saja yang tahu niatnya. Hari berikutnya lelaki tua itu sudah dapat membantu memotong ranting-ranting dan pohon itu sdudah dapat ditumbangkan sekarang. Penebang sudah memperingatkan lelaki tua untuk tidak ikut mengayunkan kapak, tetapi lelaki tua itu tetap kekeh untuk mengayunkan kapak pada batang nangka, karena ia tak ingin di katakan pemalas, ia akan dapat berkata tentang pohon nangka itu : itulah yang ditebang dengan tanganku.
Pada hari ketiga, ia sangat senang melihat penebang itu sudah datang pagi-pagi sekali karena ia akan menunujukkan hasil kerjanya npada si penebang. Penebang malah menunjukkan hasil kapakan yang lebih dalam dan besar pada batang kayu itu, tetapi lelaki tua malah berkomentar, “ itu karena kpakmu yang tajam! Dan tanganmu yang segar, cobalah kalau kau sudah berkerja sejak pagi.”
Ia akan berusaha sungguh, supaya tuhan yang tahu kalau ia telah menyumbangkan kayu itu untuk suaru. Maka ia pun berpesan pada penebang jangan membocorkan rahasia itu. Beramal baik ialah bila tangan kananmu mengeluarkan, tetapi bahkan tangan kirimu tak melihatnya. Tak perlu seorang pun tahu. Ia dan penebang itu telah berjanji supaya kayu itu datang tiba-tiba saja dipembangunan surau seolah datang dari langit. Dan kakek ini masih hanyut dalam pikiranya hingga ia sedniri melupakan keadaan tubuhnya yang sudah tua, yang akhirnya pingsan saat sedang bekerja, yang akhirnya dikrumuni orang-orang. Akan tetapi rahasianya tetap terjaga oleh penebang yang menemui selagi ia pingsan.

Akhirnya proses pemotongan kayu itu selesai juga. Kayu itu akan di bawa melalui sungan untuk selanjutnya diletakan di pembangunan suarau. Pada malam hari yang dingin seklaipun, takmememngaruhi si kakek untuk membawa kayu itu kesuangai dan mengiringnya bersama penebang. Yang juga di iringi anak-anak dusun yang masih berada disungai itu.  Akhirnya sampai juga kayu itu di pinggir sungai, dak akhirnya lekai tua itu pulang karena pekerjaan mmebawa kayu ke pembangunan suaru akan di laukukan besok subuhnya lagi.
Setelah waktu yang telah direncanakan, kakek dan penebang sangat terkejut, karena kayu yang diletakan dipinggir sungai itu tak ada, apalagi kakek juga lupa menuliskan pakai arang, alamat kepada siapa kayu itu diberikan. Tahulah mereka kalau sudah terjadi banjir semalam. Lelaki itu bertanya dimana kah kayu itu apakah sampai kepadaMukah? Lelaki itu berdiri. Penebang itu pun berdiri. Sesuatu telah hilang. “ tidak ada yang hilang” kata lelaki tua itu. Pak penebang mendorong kembali gerobak. “kakek, kita pulang.” Lelaki tua itu berdiri sejenak lagi, tersenyum. Sampai kepadaMukah, tuhan?

Demikianlah struktur pengaluran dan struktur alur cerpen sepotong kayu untuk tuhan yang mengambarkan rangkaian suatu peristiwa yang bersifat realitas suatu perilaku atau tindakan terhadap agama yang ditandai dengan niat menyumbang sebatang pohon nangka untuk pembangunan surau, tetapi akhirnya kayu yang telah ditebang dengan niat yang besar dan kerja keras kakek dan penebang itu karena kayu itu jelas hanyut karena banjir semalam. Kakek hanya dapat bertanya, “ sampai kepadaMukah, Tuhan?







Analisis Tokoh Dan Latar

Pembahasan tentang latar dan tokoh merupakan bagian yang penting dalam memaknai karena hal tersebut merupakan bagian yang terpenting dalam aspek semantis dan mendukung dalam pengungkapan terhadap wacana-wacana yang berkaitan dengan latar dan tokoh yang mendukung kekoherensian cerita yang utuh.

1. lelaki tua/kakek/suami

Kakek merupakan tokoh utama dalam cerpen sepotong kayu untuk tuhan, kedudukan tokoh Kakek dalam cerpen ini sangat sentral dan lebih dominan daripada tokoh-tokoh yang lain, bahkan di awal cerita tokoh Kakek sudah muncul dan menggerakkan cerita, dan pada akhir cerita juga tokoh Kakek menutup cerita dengan sebuah ouestion ending dan mengilhami maksud atau gagasan yang mau disampaikan oleh pengarang. Khairul yang memiliki sifat gigih dan memilih untuk ikut dalam penebangan pohon nangkah karena ia iangin ia sendiri yang mengerjakan penebangan itu dan dibantu oleh penebang tentunya, sifat kakek yang penuh daya khayal, yang membanyakan alangkah mulia niatnya karena dapat menyumbangkan sepotong kayu untuk pembangunan suaru yang niatnya Cuma diketahui oleh penebang dan diminta untuk merahasiakannny.  Kakek juga memiliki sifat penurut kepada istri walau kadangkal ia tak menyukai laranga-larang yang dilontarkan istrinya, seperti dilarang berlalma-lama di sungai, di larang melintasi kebun, Kakek lebih menjalani hidup yang sederhana yang penuh dengan imaji dan niat yang besar.



2. Penebang

Tokoh penebang muncul ketika kakek menemukan ide untuk meminta tolong kepada penebang agar menebang pohon nangka di kebunya. Yang akhinya penebang ini lah yang mengiringi tokoh kakek sampai cerita selesai. Penebang ini bersifat baik dan peduli karena ia mau mebantu kakek untuk menabang pohon nangka yang akan disumbangkan dalam pembangunan surau. Penebang juga memenag amanah dan menjaga rahasia. Karena tidak boleh ada orang lain yang tahu tentang niat si kakek kecuali penebang itu.

3. Istri
Tokoh istri  lebih berperan sebagai figuran dalam cerpen, karena hanya muncul dalam bayangan si kakek. Kakek lah yang lebih menggambarkan tokoh si istri. Tokoh istri diceritakan kakek sebagi tokoh yang cerewet yang suka mengomel dan tak suka kalau kakek bermalas-malasan. Tokoh istri juga digambarkan sebagai tokoh yang menghalangi pemikiran kakek untuk berpikir bijak dan menuemukan ide-ide cemerlanag kakek. Tokoh istri bersifat peduli, karena melarang kakek untuk tidak berlama-lama opergi ke sungai dan melintasi kebun karena kakek sudah tua dan istri juga perhitungan dalam hal uang, karena kakek smaa sekali tidak di belai uang selama nenek pergi sepekan bertemu dengan cucunya.

8. Orang-Orang Dusun

Tokoh-tokoh yang muncul ketika Kakek pingsan saat memotongi batang nangka. Warga dusun ini bersifat peduli ditambah juga kegiatan pembangunan suaru yang sedang berlangsung, artinya merka juga beragama.



Latar

Pada hal ini akan dibahas tentang latar tempat dan latar waktu. Kedua latar memiliki fungsi masing-masing dan masih berkaitan satu sama lain serta merpermudah pemahaman tentang situasi yang terkandung dalam cerpen sepotong kayu untuk tuhan.
1. Latar Tempat

Latar tempat dalam cerpen sepotong kayu untuk tuhan dominan berada di sekitar rumah kakek di pinggir dusun, jauh dari tetangga. Di belakang rumah ada sungai kecil. Kebunnya melandai sampai menyentuh tepi sungai. Pohon-pohon meramaikan pekarngan. Peristiwa juga terjadi di ujung sungai tempat kayu itu diletakan di tepinya sebelum akan di bawa ke pembangunan suaru.

2. Latar Waktu

Latar waktu dalam cerpen sepotong kayu untuk tuhan berlangsung pada pagi sampai sore hari dan malam pun dini hari. Pagi sampai sore  karena merupakan hari penebangan pohon, sedangkan malam dan dini harinya adalah saat pengangkutan kayu agar tak terlihat dengan orang kampung. ke semua peristiwa yang terjadi berlangsung dalam rentan waktu dan proses yang beralur maju dan hanya berlangsung dalam hitungan hari yang kurang dari satu minggu.
Gaya bahasa dan sudut pandang
Gaya bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam penulisan cerpen sepotong kayu untuk tuhan, mudah dipahami, dengan bahasa yang lugas menjadi kan alur dalam cerita terangkai dengan runut dan mudah dipahami.

Sudut pandang
Sudut pandang dalam cerpen sepotong kayu untuk tuhan ini menggunakan sudut pandang orang ketiga karena pengarang menggunakan kata “kakek” kadang juga “ia” yang memosisikan diri juga sebagai tokoh sentral sehingga sudut pandangnya adalah orang ketiga yang terfokus pada satu tokoh.